free counters

Thursday, March 24, 2011

Rumah Seribu Cermin


Ada sebuah rumah yang dikenal dengan nama “Rumah Seribu Cermin.” Suatu hari seekor anjing kecil sedang berjalan-jalan di desa itu dan melintasi “Rumah Seribu Cermin”. Ia tertarik pada rumah itu dan memutuskan untuk masuk melihat-lihat apa yang ada di dalamnya.

Sambil melompat-lompat ceria ia menaiki tangga rumah dan masuk melalui pintu depan. Telinga terangkat tinggi-tinggi. Ekornya bergerak-gerak secepat mungkin. Betapa terkejutnya ia ketika masuk ke dalam rumah, ia melihat ada seribu wajah ceria anjing-anjing kecil dengan ekor yang bergerak-gerak cepat.

Ia tersenyum lebar, dan seribu wajah anjing kecil itu juga membalas dengan senyum lebar, hangat dan bersahabat. Ketika ia meninggalkan rumah itu, ia berkata pada dirinya sendiri, “Tempat ini sangat menyenangkan. Suatu saat aku akan kembali mengunjunginya sesering mungkin.”

Sesaat setelah anjing itu pergi, datanglah anjing kecil yang lain. Namun, anjing yang satu ini tidak seceria anjing yang sebelumnya. Ia juga memasuki rumah itu. Dengan perlahan ia menaiki tangga rumah dan masuk melalui pintu. Ketika berada di dalam, ia terkejut melihat ada seribu wajah anjing kecil yang muram dan tidak bersahabat.

Segera saja ia menyalak keras-keras, dan dibalas juga dengan seribu gonggongan yang menyeramkan. Ia merasa ketakutan dan keluar dari rumah sambil berkata pada dirinya sendiri, “Tempat ini sungguh menakutkan, aku takkan pernah mau kembali ke sini lagi.”

Apa yang diri sendiri tiada inginkan, janganlah diberikan kepada orang lain. (Lun Yu XII : 2)
Sumber

Tuesday, March 22, 2011

Materi Quiz Web Prog

Friday, March 18, 2011

XAMPP

Hidup Penuh Optimisme

Bob Butler kehilangan kedua kakinya pada tahun 1965 akibat ledakan ranjau di Vietnam. Ia kembali ke negerinya sebagai pahlawan perang. Dua puluh tahun kemudian, ia sekali lagi membuktikan kepahlawanan yang murni berasal dari lubuk hatinya.

Pada suatu hari dalam musim panas, Butler sedang bekerja di garasi rumahnya di sebuah kota kecil di Arizona, AS. Tiba-tiba, ia mendengar jeritan seorang wanita dari salah satu rumah tetangganya. Ia menggelindingkan kursi rodanya ke rumah ini, tetapi semak-semak yang tinggi di rumah itu tidak memungkinkan kursi rodanya mencapai pintu belakang. Maka, veteran itu keluar dari kursinya dan merangkak tanpa peduli debu dan semak yang harus dilewati.

“Aku harus sampai ke sana. Tak peduli bagaimanapun sulitnya,” ucapnya dalam hati.

Ketika Butler tiba di rumah itu, ia tahu bahwa jeritan tersebut datang dari arah kolam. Di sana, seorang anak perempuan berusia kira-kira tiga tahun sedang terbenam di dalamnya. Anak itu lahir tanpa lengan sehingga ketika ia jatuh ke dalam kolam, ia tidak dapat berenang. Sang ibu hanya bisa berdiri mematung sambil menangisi putri kecilnya. Butler langsung menceburkan diri dan menyelam ke dalam dasar kolam lalu membawanya naik. Wajah anak bernama Stephanie itu sudah membiru, denyut nadinya tidak terasa dan tidak bernapas.

Butler segera berusaha melakukan pernapasan buatan untuk menghidupkannya kembali sementara ibunya menghubungi pemadam kebakaran melalui telepon. Ia diberi tahu bahwa petugas kesehatan kebetulan sedang bertugas di tempat lain. Dengan putus asa, ia terisak-isak sambil memeluk pundak Butler.

Sementara terus melakukan pernapasan buatan, Butler dengan tenang meyakinkan sang ibu bahwa Stephanie akan selamat. “Jangan cemas,” katanya. “Saya menjadi tangannya untuk keluar dari kolam itu. Ia akan baik-baik saja. Sekarang, saya akan menjadi paru-parunya. Bila bersama-sama, kita pasti bisa.”

Beberapa saat kemudian, anak kecil itu mulai terbatuk-batuk, sadar kembali, dan mulai menangis. Ketika mereka saling berpelukan dan bergembira bersama-sama, sang ibu bertanya kepada Butler tentang bagaimana ia yakin bahwa anaknya akan selamat.

“Ketika kaki saya remuk terkena ledakan di Vietnam, saya sedang sendirian di sebuah ladang,” ceritanya kepada perempuan itu. “Tidak ada orang lain di sekitar situ yang bisa menolong, kecuali seorang gadis Vietnam yang masih kecil. Sambil berjuang menyeretku ke desa, gadis itu berbisik dalam bahasa Inggris patah-patah, ‘Tidak apa-apa. Anda akan hidup. Saya akan menjadi kaki Anda. Bersama-sama, kita pasti bisa.’”

“Ini kesempatan bagi saya untuk membalas yang pernah saya terima,” katanya kepada ibu Stephanie.


Sahabat inspirasi yang Luar Biasa,

Saya sangat menyukai pernyataan bahwa “manusia adalah makhluk sosial“. Karena sehebat apapun kita, saya yakin akan lebih hebat saat kita bekerja bersama-sama. Mungkin seorang pemain hebat mampu untuk memenangkan permainan seorang diri, tetapi untuk memenangkan sebuah kejuaraan itu adalah kerja sebuah tim.

Ingatlah kita tidak pernah sendiri dalam hidup ini. Kita selalu memiliki teman yang selalu ada dan siap membantu kita. Terlebih lagi kita memiliki Tuhan yang Maha Kuasa, jangan pernah lupakan kehadiranNya dalam setiap sisi kehidupan kita.

Bersama kita BISA!

Wednesday, March 16, 2011

Materi dan TM Pert 3 [Prog1]

Di Kumpulkan paling lambat sebelum Pert. 5 (2 Minggu)

http://www.ziddu.com/download/14305077/SoalTM3danmateri.rar.html

Saturday, March 12, 2011

Kemuliaan Hati Anak Jalanan

Siang ini tanpa sengaja ,saya bertemu dua manusia super.
Mereka mahluk mahluk kecil, kurus ,kumal berbasuh keringat. Tepatnya diatas
jembatan penyeberangan setia budi , dua sosok kecil berumur kira kira
delapan tahun menjajakan tissue dengan wadah kantong plastik hitam. Saat
menyeberang untuk makan siang mereka menawari saya tissue diujung jembatan
, dengan keangkuhan khas penduduk Jakarta saya hanya mengangkat tangan lebar
lebar tanpa tersenyum yang dibalas dengan sopannya oleh mereka dengan ucapan
"Terima kasih Oom !". Saya masih tak menyadari kemuliaan mereka dan Cuma
mulai membuka sedikit senyum seraya mengangguk kearah mereka.

Kaki - kaki kecil mereka menjelajah lajur lain diatas jembatan , menyapa
seorang laki laki lain dengan tetap berpolah seorang anak kecil yang penuh
keceriaan, laki laki itupun menolak dengan gaya yang sama dengan saya, lagi
lagi sayup sayup saya mendengar ucapan terima kasih dari mulut kecil mereka
. Kantong hitam tampat stok tissue dagangan mereka tetap teronggok disudut
jembatan tertabrak derai angin Jakarta . Saya melewatinya dengan lirikan
kearah dalam kantong itu , duapertiga terisi tissue putih berbalut
plastik transparan .

Setengah jam kemudian saya melewati tempat yang sama dan mendapati mereka
tengah mendapatkan pembeli seorang wanita , senyum diwajah mereka terlihat
berkembang seolah memecah mendung yang sedang manggayut langit Jakarta .

" Terima kasih ya mbak .semuanya dua ribu lima ratus rupiah!" tukas mereka
, tak lama siwanita merogoh tasnya dan mengeluarkan uang sepuluh ribu rupiah .

" Maaf , nggak ada kembaliannya ..ada uang pas nggak mbak ? " mereka
menyodorkan kembali uang tersebut. Si wanita menggeleng, lalu dengan
sigapnya anak yang bertubuh lebih kecil menghampiri saya yang tengah
mengamati mereka bertiga pada jarak empat meter.

" Oom boleh tukar uang nggak , receh sepuluh ribuan ?" suaranya
mengingatkan kepada anak lelaki saya yang seusia mereka . sedikit terhenyak
saya merogoh saku celana dan hanya menemukan uang sisa kembalian food court
sebesar empat ribu rupiah .

" Nggak punya, tukas saya !" lalu tak lama siwanita berkata " ambil saja
kembaliannya , dik !" sambil berbalik badan dan meneruskan langkahnya kearah
ujung sebelah timur.

Anak ini terkesiap , ia menyambar uang empat ribuan saya dan menukarnya
dengan uang sepuluh ribuan tersebut dan meletakkannya kegenggaman saya yang
masih tetap berhenti , lalu ia mengejar wanita tersebut untuk memberikan
uang empat ribu rupiah tadi. Siwanita kaget , setengah berteriak ia bilang "
sudah buat kamu saja , nggak apa..apa ambil saja !", namun mereka berkeras
mengembalikan uang tersebut. " maaf mbak , Cuma ada empat ribu , nanti
kalau lewat sini lagi saya kembalikan !" Akhirnya uang itu diterima siwanita
karena sikecil pergi meninggalkannya.

Tinggallah episode saya dan mereka , uang sepuluh ribu digenggaman saya
tentu bukan sepenuhnya milik saya . mereka menghampiri saya dan berujar " Om
, bisa tunggu ya , saya kebawah dulu untuk tukar uang ketukang ojek !".

" eeh .nggak usah ..nggak usah ..biar aja ..nih !" saya kasih uang itu ke
sikecil, ia menerimanya tapi terus berlari kebawah jembatan menuruni tangga
yang cukup curam menuju ke kumpulan tukang ojek.

Saya hendak meneruskan langkah tapi dihentikan oleh anak yang satunya , "
Nanti dulu Om , biar ditukar dulu ..sebentar "

" Nggak apa apa , itu buat kalian " Lanjut saya

" jangan ..jangan Om , itu uang om sama mbak yang tadi juga " anak itu
bersikeras

" Sudah ..saya Ikhlas , mbak tadi juga pasti ikhlas ! saya berusaha
membargain, namun ia menghalangi saya sejenak dan berlari keujung jembatan
berteriak memanggil temannya untuk segera cepat , secepat kilat juga ia
meraih kantong plastik hitamnya dan berlari kearah saya.

" Ini deh om , kalau kelamaan , maaf .." ia memberi saya delapan pack
tissue

" Buat apa ?" saya terbengong

" Habis teman saya lama sih Om , maaf , tukar pakai tissue aja dulu " walau
dikembalikan ia tetap menolak .

Saya tatap wajahnya , perasaan bersalah muncul pada rona mukanya . Saya
kalah set , ia tetap kukuh menutup rapat tas plastic hitam tissuenya .
Beberapa saat saya mematung di sana , sampai sikecil telah kembali dengan
genggaman uang receh sepuluh ribu , dan mengambil tissue dari
tangan saya serta memberikan uang empat ribu rupiah.

"Terima kasih Om , !"..mereka kembali keujung jembatan sambil sayup sayup
terdengar percakapan " Duit mbak tadi gimana ..? " suara kecil yang lain
menyahut " lu hafal kan orangnya , kali aja ketemu lagi ntar kita kasihin
…" percakapan itu sayup sayup menghilang , saya terhenyak dan kembali
kekantor dengan seribu perasaan.

Ya Robb ..Hari ini saya belajar dari dua manusia super, kekuatan kepribadian
mereka menaklukan Jakarta membuat saya trenyuh , mereka berbalut baju lusuh
tapi hati dan kemuliaannya sehalus sutra , mereka tahu hak mereka dan hak
orang lain , mereka berusaha tak meminta minta dengan berdagang Tissue .
Dua anak kecil yang bahkan belum baligh , memiliki kemuliaan diumur mereka
yang begitu belia.

YOU ARE ONLY AS HONORABLE AS WHAT YOU DO

Sumber : http://www.kaskus.us/showthread.php?t=6949050

Thursday, March 10, 2011

Daftar Bimbingan Minor

1. 0102061015 Rudy Suyono

2. 0102066004 Tasmin Romli

3. 0102080001 Mega Sri Utami

4. 0102080002 Handy

5. 0102080003 Justin Surya Miharja

6. 0102080007 Liska Edwin

7. 0102080009 Budianto

8. 0102080019 Gustriandy

9. 0102080036 Nico Ardy

10. 0102085039 Lily Amalia

Berikut saya lampirkan panduan penulisan pembuatan Project Minor(Yg saya lampirkan untuk skripsi, di sesuaikan saja untuk minor)
Silakan Download

Koin Penyok

Alkisah, seorang lelaki keluar dari pekarangan rumahnya, berjalan tak tentu arah dengan rasa putus asa. Sudah cukup lama ia menganggur. Kondisi finansial keluarganya morat-marit. Sementara para tetangganya sibuk memenuhi rumah dengan barang-barang mewah, ia masih bergelut memikirkan cara memenuhi kebutuhan pokok keluarganya sandang dan pangan.

Anak-anaknya sudah lama tak dibelikan pakaian, istrinya sering marah-marah karena tak dapat membeli barang-barang rumah tangga yang layak. Laki-laki itu sudah tak tahan dengan kondisi ini, dan ia tidak yakin bahwa perjalanannya kali inipun akan membawa keberuntungan, yakni mendapatkan pekerjaan.

Ketika laki-laki itu tengah menyusuri jalanan sepi, tiba-tiba kakinya
menginjak sesuatu. Karena merasa penasaran ia membungkuk dan mengambilnya.
“Oh, hanya sebuah koin kuno yang sudah penyok-penyok,” gerutunya kecewa. Meskipun begitu ia membawa koin itu ke sebuah bank.
“Sebaiknya koin in Bapak bawa saja ke kolektor uang kuno,” kata teller itu memberi saran. Lelaki itupun mengikuti anjuran si teller, membawa koinnya kekolektor. Beruntung sekali, si kolektor menghargai koin itu senilai 30 dollar.

Begitu senangnya, lelaki tersebut mulai memikirkan apa yang akan dia lakukan dengan rejeki nomplok ini. Ketika melewati sebuah toko perkakas, dilihatnya beberapa lembar kayu sedang diobral. Dia bisa membuatkan beberapa rak untuk istrinya karena istrinya pernah berkata mereka tak punya tempat untuk menyimpan jambangan dan stoples. Sesudah membeli kayu seharga 30 dollar, dia memanggul kayu tersebut dan beranjak pulang.

Di tengah perjalanan dia melewati bengkel seorang pembuat mebel. Mata
pemilik bengkel sudah terlatih melihat kayu yang dipanggul lelaki itu.
Kayunya indah, warnanya bagus, dan mutunya terkenal. Kebetulan pada waktu itu ada pesanan mebel. Dia menawarkan uang sejumlah 100 dollar kepada lelaki itu.
Terlihat ragu-ragu di mata laki-laki itu, namun pengrajin itu meyakinkannya dan dapat menawarkannya mebel yang sudah jadi agar dipilih lelaki itu. Kebetulan di sana ada lemari yang pasti disukai istrinya. Dia menukar kayu tersebut dan meminjam sebuah gerobak untuk membawa lemari itu. Dia pun segera membawanya pulang.

Perjalanan selanjutnya dia melewati perumahan baru. Seorang wanita yang sedang mendekorasi rumah barunya melongok keluar jendela dan melihat lelaki itu mendorong gerobak berisi lemari yang indah. Si wanita terpikat dan menawar dengan harga 200 dollar. Ketika lelaki itu nampak ragu-ragu, si wanita menaikkan tawarannya menjadi 250 dollar. Lelaki itupun setuju. Kemudian mengembalikan gerobak ke pengrajin dan beranjak pulang.

Di pintu desa dia berhenti sejenak dan ingin memastikan uang yang ia terima. Ia merogoh sakunya dan menghitung lembaran bernilai 250 dollar. Pada saat itu seorang perampok keluar dari semak-semak, mengacungkan belati, merampas uang itu, lalu kabur.

Istri si lelaki kebetulan melihat dan berlari mendekati suaminya seraya berkata, “Apa yang terjadi? Engkau baik saja kan? Apa yang diambil oleh perampok tadi?”

Lelaki itu mengangkat bahunya dan berkata, “Oh, bukan apa-apa. Hanya sebuah "KOIN PENYOK" yang kutemukan tadi pagi”.

------------------------

Bila Kita sadar kita tak pernah memiliki apapun, kenapa harus tenggelam dalam kesedihan yang berlebihan???

Wednesday, March 9, 2011

Tugas Mandiri Pert. 2 (Programming 1)

Tuesday, March 8, 2011

Materi HTML (Web Programing)

Monday, March 7, 2011

Tugas Mandiri Pert. 2

Friday, March 4, 2011

Web Prog


First Time

zzzz...........

Share

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More