Mengenai kedatangan marga Yo ke Indonesia, tidak ada bedanya dengan marga lain. Yaitu tekanan hidup di Tiongkok yang tak habisnya berperang. Memang pernah Tiongkok tenang dan jaya, misalnya permulaan dinasti Han, dan permulaan dinasti yang lain. Pada zaman kaisar Li Si Bin , pada zaman kaisar Kangxi, Yongzheng dan Qianlong muda, sehingga Tiongkok mencapai kemakmuran yang luar biasa, banyak orang asing datang dan menetap di sana. Orang asing yang datang, hidupnya disubsidi pemerintah loh.Tapi tiap dinasti makin lama makin bokbrok, kaisar makin berfoya-foya, lalu timbu pemberontakan, perang lagi.
Pada pertengahan abad pertengahan, orang barat mengaduk Tiongkok, Tiongkok sudah menjadi sangat lemah tidak dapat melawan. Perang Candu di antaranya. Wilayahnya dipereteli, Hong Kong, Macau, diambil Inggeris, Taiwan,
Ryukyu diambil Jepang (setelah dibawah Jepang namanya menjadi Okinawa). Rusia lebih besar lagi mengambil wilayah perbatasan, bahkan sampai zaman republik, Mongolia luar, dipaksa dijadikan negara merdeka oleh Rusia, Tiongkok tak dapat apa-apa. Sebelum perang dunia kedua Timur Laut dirampas Jepang dan dijadikan negara boneka Manchuria.
Akibatnya rakyat menderita luar biasa, yang pinggir pantai terutama di propinsi Fujian mempunyai pengalaman berlayar (Ingat Zheng He atau Cheng Ho adalah orang Hokkian) mereka mulai mencoba mengadu nasib beremigrasi ke Asia Tenggara. Ada yang mencari pekerjaan, ada yang kontrak kerja menjadi kuli tambang timah di Bangka, Belitung dan Riau, ada yang jadi kuli perkebunan di Kalimantan dan Sumatera utara dll. Yang datang kebanyakan adalah para petani yang miskin dan tak berpendidikan. Mereka ada yang berhasil dan menjadi kaya, ada yang mati di perantauan, ada yang kembali setelah kaya, tapi kebanyakan menetap terus, karena Tiongkok baru berhenti berperang tahun 1950, setelah RRT menguasai seluruh daratan Tiongkok. Selain perang, kehidupan petani di Tiongkok sangat parah. Tanah yang sedikit dikuasai tuan tanah, petani jadi buruh tani yang diperlakukan sewenang-wenang. Oleh sebab itulah pindah keluar negeri menjadi salah satu alternatif.
Beberapa hari yang lalu saya pernah mengatakan, bahwa Singapore membuat film yang bernama The Way Out, atau Chulu. Film itu sangat bagus menggambarkan para petani di Fujian sana sampai berangkat ke Asia Tenggara, yang diceritakan tentu yang ke Singapore, suka duka diperantauan, banyak yang mati, akhirnya ada yang berhasil dan menjadi kaya. Kabarnya cerita ini diambil dari kisah nyata beberapa orang, yang dirangkum jadi empat orang yang berhasil. Cerita digabung juga meliputi beberapa zaman. Kalau ada videonya bagus untuk dilihat, serial, panjang dan detail.
Indonesia mengubah ejaan pada tahun 70-an, sebelumnya waktu saya kecil tak ingat tahun berapa oe sudah diubah jadi u. Tahun 70-an j diubah jadi Y, tj diubah jadi c, nj, diubah jadi ny. Hanya nama orang tidak diwajibkan berubah, sukarela. Akibatnya sekarang ada Soepandi ada Supandi, yah, orang Tionghoapun ada yang tak mengubah Jo, ada yang mengubah jadi Yo, sama saja. Ada yagn masih tetap Tjan ada yang menjadi Can, sama saja. Lie ada Li (ie ejaan Belanda), di Singapore Lee (ee ejaan Inggeris). Oey ada Oei, ada Uy, ada Ui sama saja.
Nama Tionghoa beda dengan nama Indonesia atau orang Barat. Nama Indonesia adalah nama bunyi. Jadi bunyinya apa? Nama Tionghoa adalah nama huruf. Nama saya ini, orang mau membaca apa silahkan saja. Orang sne Oei oleh orang daerah lain dibaca Huang, Ng Wong dll. terserah, asal hurufnya sama itulah marga saya. Karena itu saya anjurkan, punya catatan nama dalam huruf Tionghoa. Karena nama kita adalah nama huruf. Hurufnya yang penting.
Referensi
2. Penulis Liang U , Editor DD
0 comments:
Post a Comment